Back to Insights

Anda Tidak Bisa Mengotomatisasi Kekacauan

Pertambangan
Anda Tidak Bisa Mengotomatisasi Kekacauan

Topic

Process Before Tech

Released Date

18 October 2025

Category

Solution

Mengapa Desain Ulang Proses Harus Mendahului Transformasi Digital

Di sektor pertambangan, minyak & gas, serta alat berat, transformasi digital tambang di GEMS berlangsung semakin pesat. Namun, percepatan tanpa arah jelas dapat berbahaya. Banyak organisasi terburu-buru mengadopsi ERP, otomatisasi, dan analitik tanpa terlebih dahulu menanyakan pertanyaan mendasar: Apakah proses yang kita miliki saat ini benar-benar layak untuk didigitalkan?

Ilusi Digital: Aktivitas Tanpa Kejelasan

Ketika proses lama dialihkan ke digital tanpa terlebih dahulu disederhanakan, yang terjadi bukan penyelesaian masalah—melainkan pelipatgandaan kerumitan. Tim justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk memahami sistem, menduplikasi input, dan memperbaiki ketidaksesuaian data. Akibatnya, adopsi melambat, frustrasi meningkat, dan pimpinan pun bertanya-tanya mengapa pengembalian investasi tak kunjung nyata.

Masalahnya bukan pada sistem yang digunakan, tetapi pada proses yang coba diotomatisasi tanpa perbaikan terlebih dahulu.

Saat Proses Buruk Bertemu Teknologi Baik

  • Persetujuan otomatis ke orang yang salah terjadi karena proses eskalasi tidak didefinisikan dengan jelas. Dalam sistem manual, kekeliruan ini bisa ditangani dengan komunikasi informal. Tapi ketika diotomatisasi, kesalahan itu menjadi sistematis dan terus terjadi tanpa disadari.
  • Dashboard yang menampilkan KPI yang keliru disebabkan oleh data yang masuk tidak konsisten dari awal (misalnya entri oleh staf lapangan yang tidak terlatih atau tanpa panduan standar). Ketika informasi yang salah ini dijadikan dasar pengambilan keputusan strategis, maka tentu hasilnya pun keliru.
  • Predictive maintenance tidak akurat karena data aset tidak terstandarisasi. Sistem mungkin tidak bisa membedakan antara dua jenis mesin serupa atau tidak tahu riwayat kerusakannya karena data tidak diinput dengan format dan struktur yang sama.

Teknologi akan “mempercepat” dan “menyebarluaskan” proses yang ada. Bila proses tersebut buruk, maka yang tersebar adalah kesalahan, kekacauan, dan frustrasi. Maka dari itu, proses harus terlebih dahulu disederhanakan, distandarkan, dan diperbaiki sebelum dialihkan ke sistem otomatis.

Tugas Pelanggan (dari Value Proposition Canvas)

“Merencanakan dan menjadwalkan operasi; mengendalikan biaya operasional dan finansial; mengintegrasikan sistem”

Masalah Terkait

  • Alur kerja yang tidak konsisten atau tidak terdokumentasi — Proses yang tidak terdokumentasi menciptakan ketergantungan pada individu tertentu dan membuka celah besar untuk interpretasi yang salah. Ketika proses ini diotomatisasi, sistem tidak memiliki acuan yang pasti. Hasilnya adalah inkonsistensi operasional, karena sistem hanya menjalankan apa yang diperintahkan—bukan menebak maksud pengguna.
  • Resistensi meningkat karena kompleksitas sistem bertambah — Banyak sistem digital menambahkan lapisan kompleksitas baru: menu, form, aturan validasi, dan sebagainya. Bila proses yang mendasarinya belum dipahami dengan baik oleh pengguna, maka perubahan ini akan terasa seperti beban tambahan. Pengguna pun menjadi enggan mengadopsi sistem baru, memperlambat transformasi digital itu sendiri.
  • Otomatisasi gagal memberikan nilai karena input yang buruk — Prinsip klasik “garbage in, garbage out” berlaku di sini. Sistem sebaik apa pun tidak akan menghasilkan keluaran yang berguna jika data yang dimasukkan salah, tidak lengkap, atau tidak sesuai format. Contohnya: laporan penjualan yang keliru karena input harga yang salah atau pemesanan ganda karena data pelanggan duplikat.

Sebelum Anda Menerapkan, Lakukan Desain Ulang

Organisasi kerap langsung fokus pada deployment sistem, padahal langkah paling penting justru terjadi sebelumnya—yaitu evaluasi dan desain ulang proses. Tiga pertanyaan kunci dalam bagian ini berfungsi sebagai “filter” untuk menentukan apakah suatu proses sudah layak diotomatisasi:

  • Apakah proses tersebut sudah selaras antar fungsi? — Artinya, apakah seluruh departemen yang terlibat dalam proses tersebut memiliki pemahaman dan tujuan yang sama? Jika satu divisi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan divisi lain, otomatisasi justru memperbesar konflik.
  • Apakah proses tersebut sudah terdokumentasi dan bisa diaudit? — Dokumentasi yang jelas diperlukan agar sistem bisa “mengenali” alur kerja. Tanpa dokumentasi, tidak ada acuan baku bagi developer atau sistem untuk mengotomatisasi langkah-langkahnya secara benar.
  • Apakah hasil proses tersebut konsisten? — Jika hasil dari proses sering berubah-ubah karena bergantung pada orang atau kondisi tertentu, maka proses itu belum stabil dan tidak cocok untuk otomatisasi.

Jika jawabannya tidak, maka tugasnya bukan otomatisasi—melainkan desain ulang. Anda tidak bisa menskalakan sesuatu yang belum disederhanakan. Penyederhanaan adalah syarat mutlak sebelum proses dapat diperluas atau didigitalkan.

Desain Ulang Bukan Tugas IT

Banyak organisasi keliru menganggap desain ulang proses sebagai bagian teknis dari peluncuran sistem—dipimpin oleh tim IT dan dibentuk mengikuti batasan perangkat lunak. Padahal, tanggung jawab utama dalam mendesain ulang proses justru berada di tangan pimpinan bisnis. Ini merupakan mandat strategis-operasional yang membutuhkan kepemimpinan lintas fungsi, bukan sekadar aktivitas konfigurasi teknis.

Partisipasi lintas fungsi merupakan kunci yang tidak dapat diabaikan. Divisi keuangan, operasional, rantai pasok, dan kepatuhan perlu bersama-sama menyusun dan menyepakati logika proses agar proses tersebut benar-benar dapat dijalankan, diperluas, dan diukur secara konsisten.

Standardisasi Bukan Musuh Fleksibilitas

Sebagian pemimpin khawatir bahwa desain ulang yang mengedepankan standardisasi akan mengorbankan fleksibilitas. Padahal kenyataannya, standardisasi justru menciptakan kejelasan—rekayasa ulang proses bisnis yang terstandar memungkinkan perusahaan:

  1. Mengotomatisasi proses dengan mudah karena langkah-langkahnya sudah jelas dan seragam.
  2. Menggunakan data secara konsisten, sehingga analisis menjadi lebih akurat.
  3. Bergerak lebih cepat karena tidak perlu lagi banyak pengecualian atau keputusan ad-hoc.
  4. Menjadikan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) lebih mudah dilakukan karena baseline proses sudah stabil.

Tanpa standardisasi, setiap tim atau unit kerja mungkin bekerja dengan cara yang berbeda, dan hal ini menyulitkan integrasi, pelacakan kinerja, serta pelaksanaan otomatisasi. Maka dari itu, bagian ini menegaskan bahwa fleksibilitas tidak hilang karena standardisasi—melainkan justru diberdayakan olehnya.

Ketika proses sudah jelas dan seragam, pengecualian bisa diminimalkan, kecepatan kerja meningkat, dan organisasi memiliki landasan kuat untuk melakukan perbaikan berkelanjutan secara sistematis.

Kesimpulan: Otomatiskan Niat, Bukan Kebiasaan Lama

Transformasi digital harus dimulai dari niat yang jelas dan proses yang benar—bukan sekadar mengikuti tren atau meneruskan kebiasaan lama secara digital. Ini tentang menantang apa yang sudah tidak relevan—dan merancang apa yang seharusnya menjadi masa depan.

Jika perjalanan digital Anda menimbulkan frustrasi bagi pengguna, memberikan hasil yang tidak konsisten, atau bahkan menambah risiko operasional, maka solusi bukanlah menambahkan teknologi baru. Sebaliknya, hentikan sejenak. Tinjau ulang proses yang mendasarinya. Pastikan proses tersebut dirancang ulang secara matang—barulah sistem dibangun untuk mendukung logika baru yang lebih efektif dan terukur.

Karena dalam transformasi, bukan tentang seberapa cepat Anda mengotomatisasi. Tetapi tentang apa yang Anda pilih untuk diotomatisasi—dan dengan alasan yang jelas dan logis.

Selain itu, organisasi dapat belajar dari optimalisasi teknologi 5G di pertambangan dan memahami implikasi otomatisasi & digitalisasi di Indonesia untuk mendukung strategi transformasi digital yang lebih matang.

Continue Reading this topic

Read the Full Context

Mengapa Transformasi Digital Tanpa Redesain Proses Hanya Sebuah Ilusi

Read Article Our Archive

Markas Kami

Jl. Bangka IX No. 40C, Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jakarta 12720

+62 21 719 3251
info@pratesis.com

Contact us by email info@pratesis.com or see more information on our socials:

Copyright 2025. Pratesis. All Rights Reserved