Dari Proyek TI ke Perubahan Model Bisnis
Di ruang-ruang rapat, "kemajuan digital" terus dilaporkan sebagai pelaksanaan implementasi ERP, uji coba AI, hingga dashboard otomatisasi. Ironisnya, kerap model bisnis inti tetap tidak berubah. Strategi pun belum bergeser.
Keputusan tidak menjadi lebih cepat. Alokasi modal masih mengikuti pola lama. Apa yang terjadi? Jawabannya sederhana: Aktivitas digital tidak sama dengan transformasi digital.
Perubahan Bertahap ≠ Perombakan Strategis
Banyak perusahaan menyamakan otomasi dengan evolusi. Mereka mendigitalkan proses yang terpisah, menambahkan analitik pada dashboard, atau menguji AI di satu fungsi. Langkah-langkah ini memang bermanfaat, tetapi tanpa ditautkan pada model operasi yang didesain ulang, ke target operating model (cara kerja baru end-to-end) yang mutakhir, dampaknya akan tetap terbatas.
Mengapa “marginal gains” ini terjadi
- Optimasi lokal vs nilai end-to-end: Automasi di satu titik sering memindahkan bottleneck ke titik lain (mis. gudang lebih cepat, tetapi perencanaan/finansial tetap lambat).
- Tidak mengubah hak keputusan & insentif: AI/analytics memberi sinyal, namun proses persetujuan dan KPI lama membuat tim tetap menunggu siklus rapat.
- Data & proses tidak terstandar: Analytics indah di dashboard, tapi sumber data berbeda definisi—hasilnya tidak dipercaya dan jarang dipakai untuk keputusan nyata.
- Pilot tanpa “path to scale”: Uji coba berhasil di satu pabrik/fungsi, tapi gagal direplikasi karena tidak ada model proses, peran, dan kontrol yang baku.
Transformasi yang nyata berangkat dari dua hal kunci: bagaimana saat ini kita menciptakan nilai, dan apa yang harus diubah agar kita dapat melakukannya dengan lebih baik, lebih cepat, dan lebih berkelanjutan?
Tanpa Target Model, Upaya Digital Hanya Menjadi Kebisingan
Anda tidak bisa merombak bisnis tanpa cetak biru. Namun banyak upaya digital tidak diawali dengan target model yang jelas. Pemimpin langsung masuk ke implementasi tanpa terlebih dahulu menjawab beberapa pertanyaan kunci:
- Operasi terpusat atau terdesentralisasi?
- Terpusat: konsistensi tinggi, skala lebih mudah, tetapi risiko lambat merespons pasar lokal.
- Terdesentralisasi: respons cepat & kontekstual, tetapi rawan duplikasi dan standar ganda.
- Prinsip: pusatkan kebijakan/standar & data master; desentralisasikan eksekusi dekat pelanggan/suplai.
- Alur kerja distandarkan atau dibiarkan fleksibel?
- Standar: memudahkan integrasi, kualitas data, dan kontrol risiko.
- Fleksibilitas: memungkinkan adaptasi lokal/produk.
- Prinsip: tetapkan global minimum viable standards (definisi KPI, kode master, kontrol), lalu beri parameterized flexibility (aturan yang dapat dikonfigurasi, bukan kustom kode).
- Keputusan real-time atau pelaporan pascaperiode?
- Real-time: tepat untuk keputusan operasional berdampak cepat (alokasi stok, penjadwalan, mitigasi risiko).
- Pascaperiode: cukup untuk pelaporan finansial reguler atau analisis tren.
- Prinsip: definisikan service level of decisions—keputusan dengan level <15 menit, harian, mingguan, bulanan.
Tanpa membahas semua ini, hasilnya adalah tambal-sulam alat, sistem, dan laporan—tanpa arah yang selaras menuju kondisi masa depan yang koheren.
Tugas Pelanggan (dari Value Proposition Canvas)
“Melacak biaya; merampingkan operasi; mengoptimalkan perencanaan; meningkatkan visibilitas”
Tantangan Terkait
- Proyek digital taktis yang tidak mendukung tujuan strategis jangka panjang
- Solusi yang terfragmentasi melemahkan skalabilitas
- Kepemimpinan belum selaras pada model masa depan
Dari Proyek TI ke Perubahan Model Bisnis
Transformasi harus dimulai dari desain perusahaan (enterprise design), bukan dari pemilihan alat atau sistem. Ini mencakup:
- Perumusan yang jelas tentang model nilai masa depan (future value model)
- Tentukan pendorong nilai prioritas: pertumbuhan (win rate, share of wallet), margin (mix, cost-to-serve), ketahanan (OTIF, lead time keputusan, inventory days), dan kas (DSO, CCC).
- Terjemahkan ke KPI hasil dan tolok ukur (target kuantitatif) per alur end-to-end (Order-to-Cash, Plan-to-Produce, Source-to-Pay, dsb).
- Putuskan perubahan pada pricing, portofolio, service level, dan alokasi modal yang akan “mengunci” nilai baru.
- Penyelarasan antara CFO, COO, CIO, dan Dewan/CEO
- CFO: definisikan value levers, model ekonomi, dan kebijakan capital gating; ubah KPI dari output fungsi → outcome lintas proses.
- COO: tetapkan pemilik proses, SLA keputusan, dan mekanisme eskalasi; pastikan desain ulang benar-benar mengubah cara kerja harian.
- CIO: arsitektur data & aplikasi untuk standar global + fleksibilitas terparameter, bukan kustom kode; jamin integritas data & keamanan.
- Dewan/CEO: arah strategis, risk appetite, ritme evaluasi; jaga konsistensi investasi multi-tahun dan akuntabilitas lintas fungsi.
- Peta jalan (Roadmap) yang menghubungkan alat digital dengan perubahan struktural
- Untuk setiap alur prioritas, susun workstream paralel:
(a) Proses → definisi ulang langkah & handoff,
(b) Organisasi → role/RACI & decision rights,
(c) Data & KPI → model data kanonis & glosarium KPI,
(d) Kontrol → aturan, limit, dan audit trail di sistem,
(e) Teknologi → ERP/BI/AI yang meng-encode aturan & workflow baru.
- Untuk setiap alur prioritas, susun workstream paralel:
Jika Anda belum tahu bagaimana bisnis seharusnya beroperasi secara berbeda, teknologi secanggih apa pun tidak akan membawa Anda ke sana.
Ringkasnya: desain dulu cara kerja & penciptaan nilai yang baru, tetapkan hak keputusan + metrik, barulah teknologi dipakai untuk mengunci perilaku tersebut. Tanpa itu, “sehebat apa pun teknologinya”, hasilnya tetap marginal.
Infrastruktur Harus Sejalan dengan Ambisi
Implementasi yang sepotong-sepotong (per departemen/alat/situs) akan menambah kompleksitas dan membebani operasional. Perombakan infrastruktur perlu memperhatikan:
- Platform terintegrasi (ERP/BI/AI): satu backbone transaksi (ERP), satu lapisan analitik/insight (BI), dan layanan AI yang tersambung ke proses (bukan sandbox terpisah).
- Model data kanonis: master pelanggan/SKU/biaya, glosarium KPI, data contracts antar aplikasi—selaras dengan Perpres 39/2019 Satu Data Indonesia.
- Workflow & decision rights lintas fungsi: keputusan kritis diberi SLA waktu (menit/jam/hari) dan guardrails di sistem.
- Lapisan integrasi modern: API gateway, event streaming (pub/sub), orkestrasi proses end-to-end.
- Governance & keamanan: IAM tunggal, segregation of duties, audit trail, policy as code.
- Observability operasional: monitoring alur bisnis, error budgets, incident playbooks.
Beginilah cara Anda membangun infrastruktur transformatif—bukan sekadar menambah sistem baru.
Kepemilikan Eksekutif Menentukan Batas Atas
Transformasi model bisnis tidak akan lahir dari level menengah. CEO harus memimpin dengan visi. CFO harus memikirkan ulang penciptaan nilai. CIO harus merancang arsitektur yang lincah. COO harus mendorong kejelasan eksekusi. Dan dewan harus memastikan seluruh perusahaan bertanggung jawab.
Selain itu hanya akan menimbulkan kebisingan digital—bukan keunggulan digital.
Kesimpulan: Jangan Samakan Aktivitas dengan Kemajuan
Masa depan akan dipimpin oleh perusahaan yang melihat transformasi bukan sebagai proyek teknologi, melainkan sebagai keputusan model bisnis. Ukur transformasi sebagai keputusan model bisnis, bukan sebagai daftar proyek atau jumlah alat. Jika Anda masih mengukur kemajuan dari jumlah aplikasi yang diluncurkan atau banyaknya dashboard yang dibangun, tarik napas sejenak.
Sebaliknya, tanyakan: Apakah kita bekerja dengan cara yang berbeda? Membuat keputusan lebih cepat? Beroperasi lebih cerdas? Menskalakan dengan presisi?
Karena pada akhirnya, transformasi bukan soal melakukan lebih banyak—melainkan melakukan dengan cara yang berbeda.